Sebelum
mengenal lebih lanjut materi seputar irama bayati, hal pertama yang harus
dilakukan adalah dengan mengetahui definisinya terlebih dahulu. Hal ini
dikarenakan jika Anda tidak mengetahui definisi tentang suatu perkara yang
sedang dibahas, maka dapat menimbulkan kesalahan dalam memahami bahasan
tersebut.
Secara
umum, bayati berasal daripada perkataan (بيت) yang bermaksud rumah atau tempat kediaman. Disebut rumah karena lagu ini
biasa dilagukan sebagai lagu pembuka yang menjadi pijakan/ rumah untuk
lagu-lagu berikutnya. Lagu ini masyhur dikalangan orang Mesir sekaligus
dikumpulkan dalam lagu Arab Hijazi.
Menurut
mayoritas ulama, irama ini dipopulerkan oleh qari-qari Arab di masanya,
terutama di Mesir. Kemudian terdapat juga pendapat lain yang mengatakan Bayati
berasal dari nama daerah di Iraq dan dibawa oleh orang Syria. Namun diantara
kedua pendapat tersebut, yang paling diakui oleh jumhur adalah yang menyatakan
bahwa irama ini berasal dari Mesir.
Kemudian,
suatu hal baru yang diciptakan tentu memiliki sifat dan kegunaan. Tak
terkecuali dengan irama bayati. Ia juga memiliki sifat dan kegunaan yang sangat
berarti dalam membaca Al Qur’an agar semakin indah. Berikut ini sifat dan kegunaan
irama bayati:
Sifat-sifat
irama bayati
Mempunyai
gerak lembut dan tegas.
Sesuai
dengan tabi’i rendah dan sederhana.
Sesuai
dengan lagu penutup dan pembuka.
Kegunaan
Lagu bayati:
Untuk
memberikan corak dan bunyi.
Untuk
memberi tenaga dan peningkatan yang sesuai.
Untuk
memberi pengukuran kepada lagu yang akan dibaca seterusnya.
Sejarah
Irama Bayati
Sejatinya
Al Qur’an telah dilagukan sejak zaman Nabi SAW, bahkan beliau sendiri lah yang
melagukan Qur’an dengan suaranya yang indah dan merdu. Abdullah bin Mughaffal
pernah mengilustrsikan suara Rasulullah dengan terperanjatnya unta yang
ditunggangi Nabi ketika Nabi melantunkan surah Al Fath.
Kemudian,
para sahabat juga memiliki minat yang besar terhadap melagukan Al Qur’an.
Sejarah mencatat sejumlah sahabat yang berpredikat sebagai qari’, diantaranya
adalah : Abdullah Ibnu Mas’ud dan Abu Musa Al Asy’ari.
Disusul
berikutnya pada periode tabi’in, tercatat Umar bin Abdul Aziz dan Safir Al Lusi
sebagai qari’ kenamaan. Sedangkan periode tabi’ tabi’in dikenal nama Abdullah
bin Ali bin Abdillah Al Baghdadi dan Khalid bin Usman bin Abdurrahman.
Kendati
di masa awal Islam sudah tumbuh lagu-lagu Al Quran, namun perkembangannya tak
bisa dilacak dikarenakan tidak ada bukti kuat yang dapat dikaji secara lebih
mendalam. Hal ini dimungkinkan karena pada saat itu belum ada alat perekam
suara. Karena itu transformasi seni baca Al Quran berlangsung secara sederhana
dan turun temurun dari generasi ke generasi. Selain itu, sejarah pun tak
mencatat perkembangannya pasca generasi tabi’ tabi’in.
Singkat
cerita, barulah pada awal abad ke-20 masuk dua aliran utama lagu Qur’an masuk
ke Indonesia. Kedua aliran tersebut ialah aliran Makkah dan Mesir. Untuk aliran
Makkah dikenal lagu Banjakah, Hijaz, Mayya, Rakby, dan Dukkah. Adapun untuk
aliran Mishri dikenal Bayyati, Hijaz, Shoba, Rasht, Jiharkah, Sikah, dan
Nahawand.
Untuk
irama bayati yang merupakan aliran mishri, ia mulai berkembang di Indonesia
sejak paruh abad 20. Hal ini seiring dengan gencarnya eksebisi qari’ Mesir ke
Indonesia. Yang mana dengan hadirnya mereka menjadikan maraknya lagu model
Mishri di tangah-tengah qori Indonesia.
Bahkan
saking gencarnya, pada tahun 60-an pemerintah Mesir mensuplai sejumlah maestro
qari’ ternama kala itu seperti Syeikh Abdul Basith Abdus Somad, Syeikh Musthofa
Ismail, Syeikh Mahmud Kholil Al Hushori, dan Syeikh Abdul Qadir Abdul Azim.
Animo
dan ketertaikan umat Islam Indonesia terhadap lagu-lagu Mishri demikian besar.
Hal ini disebabkan karakter lagu Mishri yang lebih dinamis dan merdu. Keadaan
ini cocok dengan kondisi alam Indonesia. Sejumlah qari’ yang menjadi pionir
lagu Mishri di Indonesia adalah : KH Bashori Alwi, KH Mukhtar Lutfi, KH Aziz
Muslim, KH Mansur Ma’mun, KH Muhammad Assiry, dan KH Ahmad Syahid.
Tingkatan
Irama Bayati
Dalam
praktiknya, irama bayati memiliki beberapa tingkatan yang harus diperhatikan
setiap qori’ ketika membaca dengan irama yang indah ini. Berikut tingkatannya:
Bayati
memiliki 4 (empat) tingkatan tangga nada (scale):
Bayati
Qoror (dasar(
Bayati
Nawa (menengah(
Bayati
Jawab (tinggi(
Bayati
Jawabul Jawab(tertinggi(